Kamis, 26 Februari 2009
Sisi Lain Dari Shalat

Shalat memang bukan hanya sekadar kewajiban dan perlambang pengabdian, tetapi merupakan kebutuhan hidup, the fundamental needs. Walau begitu, cobalah simak dengan kepala dingin, niscaya kita akan mendapatkan begitu banyak simbol-simbol hikmah yang terkandung di dalam irama dan gerak ritmis orang yang melakukan shalat. Qiyam (berdiri), rukuk (merunduk), sujud, dan kemudian salaam, semuanya menunjukkan suatu simbol dari life cycling, daur kehidupan yang dinamis.

Seakan-akan dilambangkan kepada kita, ''Hai Tuan, tak selamanya Engkau itu berdiri tegak, tak selamanya engkau muda, tak selamanya engkau berjaya. Sebentar lagi Engkau harus rukuk, mulai menua, perjalanan karirmu sebentar lagi memasuki masa persiapan pensiun, dan tentu saja harus sujud, lambang kelemahan, keuzuran, penghujung sebuah perjalanan kehidupan. Dan akhirnya, mau tidak mau, Tuan harus mengakhiri perjalanan pendek kehidupan itu sendiri.''

Semua itu seakan menggedor hati kita bersama, bahwa kalau menyembah Tuhan saja harus dengan gerak, apalagi hidup seorang muslim -- dalam kondisi dan situasi apapun -- harus menunjukkan gerak, memantulkan dinamika hidup. Mengaku iman saja tidaklah cukup, tanpa dimanifestasikan dalam bentuk dinamika amal saleh. Berzikir tok tak mumpuni tanpa diikuti dengan nalar pikir menguak keajaiban hikmah Ilahiyah, dan diterjemahkan dalam gerak prestasi.

Dari perlambang ini, tampaklah dengan gamblang bahwa setiap pribadi muslim -- tua muda, pria atau wanita -- adalah tipikal manusia yang gelisah, yang bergerak dan terus melaju, tak mau diam, selalu saja ingin berbuat sesuatu yang positif. Gerak yang dihayati dengan keyakinan dan tanggung jawab moral adalah suatu aksioma Ilahiyah yang akan menyingkirkan segala keterbelakangan dan kemunkaran. Allah berfirman: ''Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dirimu dari perbuatan negatif dan sikap yang munkar.''

Maka, seharusnya dengan gerak shalat, akan tergetarlah jiwa kita untuk tampil menjadi seorang yang selalu ingin mempunyai arti menggubah dunia dengan prestasi menebar ikan dengan cinta Ilahi. Dalam kegelisahannya mencari makna hidup, dalam gonjang-ganjingnya tantangan zaman, seorang muslim yang menghayati shalatnya itu, dia merasakan dirinya tenteram, sebagaimana Allah berfirman: ''Tegakkanlah gerak shalat itu, untuk mengingat-Ku.''

Jadi, seorang muslim itu adalah tipikal manusia yang gelisah, ingin menjadikan dirinya penuh arti. Tetapi dalam kegelisahannya itu tersimpan keyakinan yang sejuk damai, jiwa mutmainah yang maha dahsyat sebagai sumber enerji yang menggelegak. Bukan sebaliknya, kelihatannya tenteram sejuk dan damai, tetapi dibalik itu semua tersimpan jiwa yang meronta, gelisah dan penuh kemunafikan, damai tapi gersang yang kalau terus dibiarkan bisa terkena TBC. Inilah salah satu makna dari simbolik gerakan shalat yang mempunyai jutaan makna dan mutiara hikmah yang maha kaya.



republika.co.id
selasa, 24 februari 2009

Label:

posted by Fadli @ 17.29   0 comments
Rabu, 11 Februari 2009
Bangga Menjadi Muslim di Kampus Barat
By Republika Newsroom
Rabu, 11 Februari 2009 pukul 12:07:00




REZA: Jika seorang Muslim menghormati dirinya, yang lain pun secara alami akan menghormatinya


Ketika Reza mulai menjadi mahasiswa baru di sebuah universitas di Inggris, dalam usia 17 tahun, ia telah memiliki landasan berpikirnya sendiri. Hari pertama, saat mahasiswa senior mengumpulkan mahasiswa baru tingkat awal untuk inisiasi, ia menolak menuruti apa yang diperintahkan. Para mahasiswa senior pun gusar, alasan mereka inisiasi adalah ritual kampus yang setiap orang harus lalui, lagipula itu sekedar bersenang-senang tanpa resiko membahayakan.

"Saya jelaskan pada mereka, apa yang mereka minta saya lakukan bertentangan dengan Islam, dan bertentangan dengan harga diri, hal yang harus selalu dijunjung tinggi," ujar Reza. Tidak seorang pun ingin mendengar kotbah ''sok suci'' itu, lantas Reza pun diceburkan dalam kolam.

"Bagaimanapun," lanjut Reza, "Saya senang melihat mahasiswa wanita dengan jilbab dihormati dan tidak dipaksa melakukan apa yang mereka tidak inginkan,". Salah satu mahasiswa putri mengenakan jilbab itu bernama Zahera.

Reza dan Zahera kemudian memahami, mereka yang mengetahui memilih menjauh dari piaza, area utama kampus di mana inisiasi mahasiswa baru dilakukan.

"Saya inggat seorang mahasiswa lelaki mendekati saya di hari pertama. Saya merasa tidak nyaman karena baru saja mulai mengenakan jilbab dan ingin menghormati pakaian saya," ujar Zahera. "Namun ia hanya ingin mendiskusikan mata kuliah kimia karena kita di kelas yang sama," kenangnya tertawa. "Saya pun dan ia pun menjadi teman. Sungguh sulit untuk tidak berinteraksi dengan pria di kelas," akunya.

Baik Reza dan Zahera saling sepakat jika pergaulan terlalu bebas dan percampuran wanita dan pria di kelas--meski hal tidak benar--tidak menyebabkan seseorang kehilangan identitas Muslimnya. "Menjaga identitas Muslim adalah persoalan bertahan terhadap godaan hidup di kampus yang menyergapmu," ujar Reza sedikit berpidato. "Pemikiran bahwa non-Muslim akan menekanmu untuk melakukan hal-hal bertentanga Islam adalah mitos. Sebagian besar Muslim cenderung berkawan dengan sesama Muslim, jadi tekanan justru datang dari teman Muslim yang tak sungguh-sungguh menjalankan perintah agama," ungkap Reza lagi.

Rupanya sering kali usai Sholat Jumat, timbul percakapan acara di akhir pekan. Menurut Reza yang terdengar adalah pesta di malam Minggu. "Anda dapat memutuskan untuk datang ke kerumunan pesta atau tidak. Bukan berarti pertemanan platonik, pertemanan kelas pun bisa menjadi lebih. Sangat mudah sebenarnya untuk memiliki beberapa hubungan pertemanan di kampus," tutur Reza panjang lebar.

Sementara Zahera mengaku memiliki banyak teman non-Muslim. "Saya terlibat dalam banyak kegiatan ekstrakurikuler, termasuk klub olahrga, dan koran kampus. Kerudung merupakan pernyataan bangga terhadap identitas Muslim saya, dan hampir semua teman kampus menghormatinya," tutur Zahera

Ia juga mengatakan jika sering mendapat undangan acara sosial, dan melalui koran kampus ia kerap menerima tiket VIP sebuah klub atau pesta tertentu. "Namun saya selalu berkata tidak, dan saya tidak pernah ditekan untuk datang," ujarnya.

"Tentu saya mendengar satu dua komentar 'betapa kakunya saya', tapi itu tidak mengganggu saya," imbuh Zahera. Satu waktu, ia pernah diundang dalam acara, dan menjadi satu-satunya orang yang tidak minum dalam acara makan malam. Seorang temannya memaksa Zahera untuk sekedar menyesap--dan sang teman mabuk berat--lalu yang lain pun kontan saja mengkritik perbuatan temannya. "Saya tahu saya tak seharusnya duduk di meja ketika orang-orang mulai minum. Namun saat itu saya lebih muda, meski keyakinan saya kuat, saya kurang teguh dalam sikap," buru-buru ia menjelaskan.

Zahera pun ternyata memiliki seorang kawan Yahudi yang menyenangi cara berpakaian dan jilbabnya. Si kawan malah berkomentar Zahera lebih bergaya dalam jilbab ketimbang gadis-gadis lain dalam fesyen Barat.

Lalu apa kunci untuk menjaga indentitas Muslim di kampus? "Sangat nyata sekali, karakter kuat sangatlah penting. Jika anda menghormati diri anda, yang lain pun secara alami akan menghormati anda," ujar Reza.

"Jika anda melewati 'area Muslim berkumpul' dan anda melihat mahasiwa bermain kartu seharian, mungkin dengan bersumpah keras-keras dan pasangan yang duduk saling berdempetan, sungguh memberi citra buruk pada Islam," ujarnya. Agak enggan ia melanjutkan berkomentar, "Mungkin terdengar kasar, tapi jika seseorang tidak memiliki identitas Muslim kuat untuk dimulai, tidak sholat dan sebagainya, maka tak ada yang dijaga,".

Ketika Reza memilih untuk tidak menjadi bagian dari arus besar, Zahera mengaku sebaliknya. "Namun saya bukanlah seekor kambing dalam kawanan," ujarnya membela diri. "Saya populer dan sering keluar bersama teman. Namun orang-orang tetap menghormati keputusan saya untuk tidak selalu bisa keluar bersama mereka. Teman laki-laki saya tahu mereka tak dapat meletakkan tangan atau memeluk saya seperti yang biasa mereka lalukan pada gadis lain," ujanya.

"Kadang saya juga mempertanyakan apakah benar ketika saya keluar, jalan bersama mereka. Namun saya memiliki banyak teman dan tidak bisa serta-merta memutus pertemanan, saya harus mencoba tetap lurus dan berteman," kata Zahera.

Zahera sendiri memiliki kata-kata bijak, "Tidak ada orang yang benar-benar suci. Ada saat kita merasa tergoda dan membiarkan, dan gaya hidup Barat terasa menyenangkan. Tapi kemudian kita memahami jika jalan menuju Tuhan sangat sulit. Hal yang membangkitkan saya, ketika godaan mulai muncul adalah bertanya pada diri sendiri, ' Apakah kamu ingin menyenangkan manusia dan mendapat ungkapan kekaguman mereka, atau kamu ingin mendapat ridho Allah dan kenikmatan abadi,'"./iol/it

republika.co.id

Label:

posted by Fadli @ 19.38   0 comments

Pasang radiobox ini!

Keluarkan radiobox (pop up)

.....
Foto Saya
Nama:
Lokasi: batam, kep.riau, Indonesia
Udah Lewat
Arsip
motto
bacalah...bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu...
Surat ALi Imran ayat 191
"mereka yang senantiasa mengingat Allah dalam waktu berdiri,waktu duduk dan waktu berbaring dan mereka senantiasa memikirkan tentang kejadian langit dan bumi, seraya mereka berkata :Wahai Tuhan kami,tidak engkau jadikan semua ini dengan sia-sia.Maha suci Engkau, maka jauhkanlah kami dari azab api neraka"
dunia

ketika hari mulai gelap...kelamlah semua pandangan...sirna sudah rasa yang ada...tinggallah raga diam terpaku...menunggu waktu berlalu...kan kah ada asa tersisa...untuk esok hari...jika sang surya menghadirkan diri...

Links
Template by
Free Blogger Templates